Komisi Cerpen : Mimpi Palsu
Aku mendapati diriku duduk di bangku belakang sebuah mobil yang tak asing, namun memancarkan kesan nostalgia. Jok kulit hitam, aroma jeruk pengharum mobil, suara penyiar radio yang menginformasi keadaan lalu lintas, serta Ayah dan Ibuku yang mengobrol di kursi depan. Aku merasa gugup sekali. Jantungku tak henti-hentinya berdebar keras, sementara kulit tanganku pucat kedinginan. Di luar sana sudah mulai gelap, dengan hujan yang turun rintik-rintik. Semakin menurunkan temperatur udara. Kujepit kedua telapak tanganku di bawah paha, sebuah trik yang pernah diajarkan ibuku—dulu sekali—untuk menghangatkan diri. “Manami, kau baik-baik saja?” Tiba-tiba ibu bertanya. Wanita itu menoleh ke arahku. Wajahnya begitu cantik, entah mengapa aku ingin terus menatapnya selama mungkin.