Komisi Naskah Drama : Orihime dan Hikoboshi
(P.S. : Naskah yang diposting dalam website ini hanya separuh bagian atas permintaan client)
ORIHIME DAN HIKOBOSHI
oleh
Candle Light Service
Daftar
Karakter
Orihime : Putri cantik yang meski
penampilannya belia sebenarnya sudah memintal awan selama ratusan tahun.
Hikoboshi : Pemuda gagah gembala sapi.
Raja Langit : Penguasa kahyangan, ayah
Orihime.
Burung Murai : Ajudan setia Raja Langit.
Sapi :
Sapi perah peliharaan Hikoboshi.
Gembala Tua :
Penggembala sapi yang menemukan sapi Hikoboshi.
Roh Melon :
Roh cantik penunggu kebum melon.
Ibu :
Ibu Orihime di bumi.
Tomodachi A :
Teman Orihime.
Tomodachi B :
Teman Orihime.
Pedagang A : Pedagang di pasar.
Pedagang B : Pedagang di pasar.
Pria tampan : Ikkemen yang lewat di pasar.
Narator : Narator.
Seting
Tempat
Kahyangan.
Seting
Waktu
Berabad-abad silam ketika langit
masih dibentuk.
ACT I
Scene 1
Seting : Paviliun dari rumah
mungil milik ORIHIME, yang terletak di tepi galaksi Bima Sakti. Ada seperangkat
alat pemintal, meja tempat makanan ringan dan air minum, juga perhiasan berupa
guci antik. Awan-awan yang sudah selesai dipintal digantung di dinding.
At
rise : ORIHIME sedang
fokus memintal.
NARATOR
Orihime ialah putri kesayangan Raja
Langit. Wajahnya cantik bagai pelita di malam gelap. Tak hanya itu, ia memiliki
kemampuan yang tak tersaingi oleh dewi mana pun di kahyangan. Melalui sepasang
tangan yang terampil, ia memintal awan-awan penghias angkasa.
Setiap hari ia membentuk berbagai jenis
awan di paviliunnya. Mulai dari sirrus,stratocumulus, hingga cumulonimbus. Bentuknya
beragam. Ada yang menyerupai kucing, anjing, sampai ikan koi.
Entah sudah berapa lama ia
mengerjakan itu. Mungkin bertahun-tahun, berabad-abad, atau bisa jadi
bermilenium.
Sesekali Raja Langit akan
berkunjung ke paviliun untuk melihat keadaan.
RAJA LANGIT
(Memasuki paviliun.)
Orihime! Orihime putriku!
ORIHIME
(Menghentikan
pekerjaannya, lalu membungkuk di depan Raja Langit.)
Ayah. Apa ayah membutuhkan sesuatu?
RAJA LANGIT
(Tidak
menjawab, malah jalan mendekati pintalan awan yang masih setengah jadi. Ia
menyentuhnya hati-hati.)
ORIHIME
Maaf Ayah, aku belum menyelesaikan
awan itu.
RAJA LANGIT
(Tertawa
puas.)
Hahahaha. Tidak apa, Orihime. Aku
memang sengaja datang untuk mengagumi kepiawaianmu saat bekerja. Silakan lanjutkan,
aku tak akan mengganggu.
ORIHIME
Baik, Ayah.
(Kembali
bekerja di alat pemintalnya.)
RAJA LANGIT
(Jalan
mengelilingi paviliun, lalu mengambil sebuah awan yang terpajang di dinding. Ia
mengaguminya sambil bermonolog.)
Lihat, betapa
halusnya. Seputih kapas, selembut sutra. Orihime, kau memang terlahir untuk
ini. Aku sudah bisa membayangkan, betapa indah angkasa saat dihiasi ciptaanmu
kelak. Dari Timur, hingga Barat. Matahari dan Bulan takkan lagi tak berkawan.
Awanmu juga dapat memberi keteduhan, serta air bagi pertanian.
ORIHIME
Ayah
terlalu memujiku.
RAJA LANGIT
Aku cuma
mengatakan yang sesungguhnya, Orihime. Hahahahaha!
ORIHIME
(Setelah menyelesaikan
pekerjaannya, ia menyerahkan awan tersebut pada Raja Langit.)
Ini
silakan, Ayah.
RAJA LANGIT
(Mengagumi
awan di kedua tangannya)
Satu lagi
mahakarya darimu! Aku akan segera memasangnya, agar semua bisa melihat. Terima
kasih, Orihime. Teruslah membuat awan seperti ini.
ORIHIME
Terima
kasih, pujian Ayah baik sekali. Aku takkan mengecewakan Ayah.
RAJA LANGIT
(Tertawa
puas sambil berjalan keluar paviliun, meninggalkan Orihime sendiri.)
NARATOR
Orihime,
sang putri pemintal awan. Perangainya halus. Tutur katanya lembut. Ciptaannya
adalah ketulusan. Kebahagiaannya ialah dengan membuat kreasi terindah.
Sekilas,
seperti itu yang tampak di permukaan. Paling tidak, itulah yang Raja Langit
harap darinya.
Padahal
kenyataannya, tak pernah ada yang benar-benar mengetahui isi hatinya. Jauh di
dalam sana, tumbuh bibit sepi dan kesendirian. Ia selalu menerka, apa yang menantinya
di depan sana? Apa masa depannya seindah awan-awan yang ia pintal? Mungkinkah
ia meraih masa depan bila tiap harinya hanya berada di depan alat pemintal?
Sudah tak
terhitung berapa kali pertanyaan itu melintas dalam benaknya, dan tiap kali ia
tak mampu tuk menjawab. Akhirnya ia hanya mengalihkan pikiran pada pekerjaan, menenggelamkan
dirinya di antara lebih banyak awan hasil pintalan.
Hingga
suatu ketika, Burung Murai datang. Ia adalah ajudan Raja Langit yang sangat
setia.
BURUNG
MURAI
Bunga-bunga
bermekaran di bawah mentari, namun ada satu yang layu. Kuperhatikan wajah Tuan
Putri, mengapa engkau lesu?
ORIHIME
(Kaget,
tidak menyangka ada yang memperhatikan saat ia melamun. Ia lekas menoleh dengan
sedikit salah tingkah.)
Aku tidak
apa-apa, Murai. Apa yang membawamu kemari?
BURUNG
MURAI
Yang Mulia
Raja Langit memerintahkanku untuk melihat pembuatan awan yang akan beliau
pasang di kutub utara. Apakah Tuan Putri sudah menyelesaikannya?
ORIHIME
Ya ampun,
maafkan aku, Murai. Aku akan segera memintalnya.
(Berjalan
mendekati alat pemintal, lalu mulai bekerja.)
NARATOR
Burung Murai diam memperhatikan
Orihime.
Sama seperti Raja Langit, ia adalah
yang paling mengenal gadis itu selama ini. Ia terus memperhatikan Orihime sejak
kecil hingga tumbuh seperti sekarang. Ia hafal betul segala ekspresi sang
putri. Dan saat ini, ia menyadari sebuah kesedihan terpancar. Tak hanya dari
wajah, namun juga melalui awan yang dipintal. Tidak selembut biasanya.
Murai berpikir sejenak. Mungkin tak
masalah memberi Orihime libur barang satu hari saja. Lagipula Raja Langit tak
datang mengawasi hari ini.
BURUNG
MURAI
Tuan Putri, cuaca di luar sangat
cerah. Tidakkah kau ingin melihatnya sejenak, menghirup udara hangat musim
semi?
ORIHIME
(Refleks
mengangkat wajahnya pada Burung Murai.)
Bolehkah?
(Buru-buru
memperbaiki sikap yang lebih sopan.)
Maksudku, apakah Ayah akan
mengizinkanku keluar dan tak meneruskan pekerjaanku?
BURUNG
MURAI
Tentu saja Yang Mulia Raja
mengizinkannya, asalkan kau pulang tepat waktu untuk menyelesikan pintalan hari
ini.
ORIHIME
(Sumringah.)
Baiklah. Terima kasih, Murai.
(Berlari
meninggalkan paviliun.)
BURUNG
MURAI
(Berseru
karena Orihime sudah terlanjur keluar.)
Ya, Tuan Putri. Hati-hati di jalan!
Jangan pulang terlalu malam!
(Menghela
napas, lalu duduk di kursi yang sebelumnya ditempati Orihime.)
Tak terasa Tuan Putri sudah sebesar
ini. Aku masih ingat saat ia baru belajar berjalan... Ah, tidak, sepertinya
ingatanku salah. Tuan Putri bahkan belajar memintal sebelum dapat berjalan.
Yang Mulia Raja begitu gembira saat mengetahui bakat tersebut. Tapi... kadang
aku merasakan ironi. Seandainya saja Tuan Putri tak memiliki bakat tersebut...
RAJA LANGIT
(Berteriak
dari luar.)
Orihime! Orihime, Putriku!
(Tiba-tiba
memasuki paviliun.)
BURUNG
MURAI
(Kaget,
panik, tergagap.)
Ya—Ya—Yang Mulia Raja!
(Langsung
turun dari kursi lalu melakukan seiza sebagai sikap hormat.)
Hamba kira Yang Mulia tidak akan
datang hari ini. Bukankah Anda sudah mengutus saya?
RAJA LANGIT
(Kedua
matanya melotot.)
Apa aku tidak boleh mengunjungi
Putriku sendiri?!
BURUNG
MURAI
Maaf! Maafkan Hamba sudah berkata
lancang!
RAJA LANGIT
Hahahahaha! Aku cuma bercanda! Aku
memang sudah mengutusmu untuk melihat pekerjaan Orihime hari ini, tapi ternyata
aku merasa tidak puas jika belum melihat dengan mata kepalaku sendiri.
(Mengedarkan
pandangan ke sekeliling.)
Ngomong-ngomong di mana Orihime?
BURUNG
MURAI
Maaf! Maafkan hamba! Tuan Putri... Beliau...
sedang...
RAJA LANGIT
Apa? Ke mana dia?
(Melihat
pintalan awan setengah jadi.)
Mengapa ia meninggalkan
pekerjaannya?
BURUNG
MURAI
(Suaranya
mencicit)
Ia sedang berjalan-jalan
sebentar...
RAJA LANGIT
(Kemarahannya
tiba-tiba meledak)
Apa katamu? Siapa yang memberi
izin?!
BURUNG
MURAI
(Melanjutkan
dengan nada memohon yang sangat.)
Tolong ampuni Tuan Putri, ini salah
Hamba! Hamba hanya khawatir Tuan Putri membutuhkan istirahat!
RAJA LANGIT
Istirahat? Ia tidur di malam hari,
dan bekerja di siang hari, istirahat apalagi yang ia perlukan?!
BURUNG
MURAI
Yang
Mulia... Lihat, lihat ini!
(Buru-buru
menunjukkan pintalan awan setengah jadi.)
Teksturnya tidak selembut biasa.
Apabila dipaksa, Hamba takut awan-awan yang Tuan Putri hasilkan bukan lagi
pintalan terbaik!
RAJA LANGIT
(Mempehatikan
pintalan awan, sembari mengangguk-angguk.)
Kau ada benarnya, Murai. Baiklah,
aku akan memberinya istirahat untuk satu hari ini. Tapi jika terjadi apa-apa,
kau yang harus bertanggung jawab!
BURUNG
MURAI
Terima kasih atas kebijaksaan Yang
Mulia!
RAJA LANGIT
(Mendengus,
kemudian meninggalkan paviliun.)
BURUNG
MURAI
(Menghela
napas, kemudian bermonolog ke arah penonton.)
Tuan Putri... cepat pulang ya...
(BLACK OUT)
(END OF
SCENE)
ACT I
Scene 2
Seting : Seberang jembatan Bima
Sakti. Terdapat hamparan rerumputan hijau luas, tempat sapi-sapi tengah
merumput.
At
rise : ORIHIME
berjalan melihat-lihat pemandangan.
NARATOR
Untuk pertama kalinya sejak entah
berapa ratus tahun, Orihime meninggalkan paviliun. Ia menyebrangi jembatan yang
membentang di atas Bima Sakti. Dari sana ia bisa melihat taburan bintang
galaksi yang saling menyusun bagai aliran susu, begitu indah memesona. Tak
terasa waktu pun berlalu. Sebelum kembali, ia ingin mencapai sisi lain jembatan
terlebih dahulu. Namun saat itu ia tak tahu, bahwa itu adalah kesalahan
terbesar dalam hidupnya. Mungkin saja lebih baik ia lekas kembali. Karena
begitu mencapai ujung jembatan, ia melihat sekelompok sapi.
ORIHIME
(Mendekati
sapi yang sedang merumput, lalu mengajaknya bicara.)
Halo, selamat siang.
SAPI
(Diam saja.)
ORIHIME
(Belum
menyerah.)
Anu, apa yang sedang Anda lakukan
ya? Apa rumput bisa dimakan mentah-mentah?
SAPI
(Masih diam.)
ORIHIME
Emm, tak memperhatikan saat orang
lain bicara itu tidak sopan, tahu...
SAPI
(Tidak
peduli.)
ORIHIME
(Merasa sedih.)
Uh, maaf kalau aku mengganggu.
(Berbalik
badan untuk pergi, namun berhenti saat mendengar tawa seseorang secara
tiba-tiba.)
HIKOBOSHI
(Muncul
dari balik kerumunan sapi.)
Hahahahahahaha! Tentu saja dia
tidak menjawab, dia kan sapi! Baru kali ini aku lihat ada orang yang mengajak
bicara sapi!
ORIHIME
Eh? Eh? Memangnya sapi tidak bisa
bicara?
HIKOBOSHI
Tentu saja!
ORIHIME
Tapi—tapi Murai bisa bicara!
HIKOBOSHI
Murai? Siapa itu? Jangan
mengada-ada! Hahahahaha!
ORIHIME
(Merasa
malu, lalu menutupi wajahnya sendiri dengan kedua tangan.)
Maafkan aku~
HIKOBOSHI
(Berdeham, berjuang
menghentikan tawa.)
Haha, tidak apa-apa, aku juga cuma
bercanda. Tapi, memangnya kau tidak pernah melihat sapi sebelumnya?
ORIHIME
(Mengangguk.)
HIKOBOSHI
Pantas saja. Perkenalkan, namaku
adalah Hikoboshi. Aku adalah penggembala sapi-sapi ini.
ORIHIME
Aku Orihime. Aku seorang pemintal
awan. Oh ya, mengapa kau harus menggembala sapi?
HIKOBOSHI
Karena aku harus memastikan mereka
memakan rumput terbaik, agar menghasilkan susu terbaik. Apa kau tahu, Galaksi
Bima Sakti yang mengalir di bawah sana berasal dari perahan susu sapiku?
ORIHIME
(Menepuk
kedua pipinya dengan mata berbinar-binar.)
Benarkah? Luar biasa! Aku baru tahu
bahwa sapi-sapi ini yang menciptakan Bima Sakti!
HIKOBOSHI
Ahahahaha, biasa saja.
Ngomong-ngomong apa kau mau coba memerah susu sapi?
ORIHIME
Bolehkah?
HIKOBOSHI
Tentu saja boleh! Ayo ikut aku!
(Menggiring
seekor sapi menuju tepi sungai Bima Sakti.)
Kau perlu memerahnya seperti ini,
agar susunya langsung mengalir ke bawah.
(Memperagakan
cara memerah sapi.)
Jangan terlalu keras, pelan-pelan
saja. Ini, cobalah.
ORIHIME
(Berjongkok
di dekat sapi.)
Benar tidak apa-apa?
HIKOBOSHI
Pegang kata-kataku.
ORIHIME
Baiklah.
(Mulai
memerah, tapi terlalu keras hingga sapinya mengamuk.)
SAPI
Mooooooo!
(Melarikan
diri dengan kasar, membuat Orihime terjungkal ke belakang.)
ORIHIME
Kyaaa!
(Jatuh ke
tanah.)
HIKOBOSHI
Sapi! Tunggu!
(Ingin
mengejar sapi, tapi mengkhawatirkan Orihime.)
Orihime, apa kau baik-baik saja?
ORIHIME
Adududuh, sakit...
(Ia menjadi
panik.)
Hikoboshi, maafkan aku, aku tidak
sengaja! Bagaimana ini? Sapinya melarikan diri!
HIKOBOSHI
Tenang, tenang, aku sudah biasa
kehilangan sapi.
(Berusaha
meyakinkan Orihime agar tak ketakutan.)
Aku akan menemukannya.
ORIHIME
Tapi ini salahku.
HIKOBOSHI
Tidak juga, memang sapinya agak
pemarah. Harusnya aku memilih sapi lain. Hahaha.
ORIHIME
Emm, Hikoboshi.
(Jeda
sejenak.)
Boleh aku bantu mencari sapimu?
HIKOBOSHI
Tidak usah.
ORIHIME
Tapi nantinya aku akan terus merasa
bersalah!
HIKOBOSHI
(Menggaruk
leher.)
Baik, baiklah kalau begitu. Tapi
bantu aku mengikat sapi-sapi yang lain dulu ya, supaya tidak kabur.
ORIHIME
Baik!
(Keduanya
mengikat sapi, lalu pergi.)
(BLACK OUT)
(END OF
SCENE)
ACT I
Scene 3
Seting : Tempat GEMBALA TUA. Ada
gubuk, meja, perabotan makan. Di sampingnya ada pohon besar. Seekor sapi
diikatkan ke sana.
At
rise : ORIHIME dan
HIKOBOSHI menemukan SAPI yang sedang diikat ke pohon.
HIKOBOSHI
Orihime, kemarilah. Lihat, itu
sapinya!
ORIHIME
Iya. Untung belum jauh. Tapi kenapa
diikat, ya? Apa kau yakin ia sapi milikmu?
HIKOBOSHI
Tentu saja, aku kenal betul tiap
sapi yang kugembala. Biar kulepas ikatannya.
(Mendekati
sapi.)
Tenang, teman. Kau akan segera
berkumpul bersama yang lain.
(Berusaha
melepas ikatan.)
GEMBALA TUA
(Memasuki
daerah gubuk. Kemudian menghardik saat melihat Orihime dan Hikoboshi.)
Hei! Apa yang sedang kau lakukan!
HIKOBOSHI
(Kaget,
terperanjat. Refleks menghadap Gembala Tua.)
Pak Tua! Aku—Aku sedang membebaskan
sapiku!
GEMBALA TUA
Sapimu?! Siapa bilang itu sapimu!
Itu sapiku!
ORIHIME
(Menarik-narik
lengan Hikoboshi. Berbisik ketakutan.)
Sudah kubilang, mungkin itu bukan
sapimu.
HIKOBOSHI
Tidak, ini memang sapiku!
(Menunjuk
bagian belakang tubuh sapi.)
Lihat, ada pitak di bokongnya!
GEMBALA TUA
Benarkah? Tapi aku menemukannya
berkeliaran di dekat gubukku. Kukira tak ada yang punya.
HIKOBOSHI
Sapi yang berkeliaran bukan berarti
tak ada pemiliknya! Tadi ia lari karena sebuah kecelakaan.
GEMBALA TUA
Baiklah anak muda, kulihat kau
memiliki tekad. Tapi sapimu itu diam-diam sudah memakan persediaan makananku!
Sebagai gantinya, aku ingin membuat permainan. Jika kau menang, kau boleh membawa
pulang sapimu. Jika kau kalah, sapi ini jadi milikku.
HIKOBOSHI
Jangan seenaknya, Pak Tua!
GEMBALA TUA
Ya sudah kalau tidak mau, akan
kuberitahu pada Raja Langit bahwa sapimu mengacau di tempatku.
ORIHIME
(Menyela
tiba-tiba.)
Tidak, jangan!
(Berbisik pada
Hikoboshi.)
Nanti A—maksudku Raja Langit tahu
kalau aku penyebabnya!
HIKOBOSHI
Memangnya kenapa?
ORIHIME
Raja Langit akan marah. Aku...
Maksudku, kau bisa dihukum!
HIKOBOSHI
Benar juga. Tapi aku tak yakin apa
bisa memenangkan permainannya.
ORIHIME
Tenang saja, aku akan membantumu!
HIKOBOSHI
(Setelah
berpikir sejenak, akhirnya mengangguk pada Orihime. Ia pun menantang Gembala
Tua.)
Baik, sebutkan bermainannya!
GEMBALA TUA
(Menyunggingkan
senyum licik, lalu meletakkan lima kuali kecil dan sebuah kuali di atas
timbangan.)
Empat dari kuali ini masing-masing
berisi susu sapi milikku. Hanya ada satu yang isinya kuperah dari sapimu.
Setelah kutimbang, ternyata susu sapimu memiliki berat jenis lebih tinggi dari
milikku. Untuk tiap liternya, susu sapiku memiliki berat satu kilogram,
sementara milikmu adalah satu koma satu kilogram. Kau harus menebak, kuali mana
yang berisi susu sapi darimu. Kau boleh menggunakan timbangan, tapi hanya satu
kali.
HIKOBOSHI
Pertanyaannya sulit sekali,
Orihime. Bagaimana caranya menemukan susu sapiku hanya menggunakan timbangan?
ORIHIME
Bagaimana ya...
(Berpikir.)
GEMBALA TUA
Kuberi kau waktu tiga detik!
HIKOBOSHI
Curang! Cepat sekali!
GEMBALA TUA
Tiga!
HIKOBOSHI
Hei! Hei! Jangan dihitung dulu!
GEMBALA TUA
Dua!
HIKOBOSHI
Aduh, celaka! Celaka! Celaka!
GEMBALA TUA
Satu!
HIKOBOSHI
(Menjerit
histeris sambil memegangi kepala.)
Tidaaak! Sapikuuu!
ORIHIME
Aku tahu caranya!
(Seruan
Orihime membuat Hikoboshi dan Gembala Tua terdiam.)
Begini. Pertama-tama ambil satu
liter susu dari kuali pertama, dua liter dari kuali kedua, dan seterusnya
hingga kuali kelima. Masukkan semuanya ke dalam timbangan.
(Memasukkan
susu ke dalam timbangan.)
Setelah itu kita lihat beratnya.
HIKOBOSHI
(Memperhatikan
dengan seksama.)
Berapa?
ORIHIME
Lima belas koma tiga! Karena
kelebihannya adalah nol koma tiga, berarti susu sapimu berada di kuali ketiga!
Pak Tua, aku benar, kan?!
GEMBALA TUA
(Tepuk
tangan perlahan.)
Benar! Benar sekali! Luar biasa,
aku tak menyangka. Gadis pintar. Baik, sesuai janjiku, akan kukembalikan
sapimu.
HIKOBOSHI
Aku tak begitu mengerti, tapi
syukurlah. Sekarang kau bisa pulang!
(Memeluk
sapinya.)
GEMBALA TUA
Hahaha, sebenarnya sejak awal pun
aku ingin mengembalikannya. Tapi aku masih kesal karena kau membiarkan sapimu
berkeliling seenaknya. Ia menyantap habis makan siangku!
HIKOBOSHI
Ya, maafkan aku Pak Tua, hehehe.
(Tertawa
malu agak salah tingkah.)
Sebagai gantinya, besok aku akan
membawakan makan siang untukmu.
GEMBALA TUA
Hahaha, terima kasih. Akan
kutunggu!
HIKOBOSHI
Ternyata Anda adalah orang yang
baik. Nah, sekarang kami pulang dulu ya, Pak Tua!
GEMBALA TUA
Ya, hati-hati di jalan. Jangan
sampai sapimu lepas lagi!
(HIKOBOSHI,
ORIHIME, dan SAPI pergi meninggalkan GEMBALA TUA)
(BLACK OUT)
(END OF
SCENE)
ACT I
Scene 4
Seting : Di padang rumput antara
gubuk GEMBALA TUA dan tempat HIKOBOSHI mengikat sapi-sapinya. Hanya ada rumput
di mana-mana.
At
rise : HIKOBOSHI
menarik sapinya, sementara ORIHIME berjalan di sampingnya.
HIKOBOSHI
Aku tak menyangka kau sangat pintar.
Aku sempat khawatir akan kehilangan sapi ini. Raja Langit bisa marah besar.
Sangat menakutkan.
ORIHIME
Sama-sama, kebetulan aku pernah
membaca permainan seperti itu di buku. Lagipula Pak Tua itu kan ternyata cuma
bercanda.
HIKOBOSHI
Hahaha, iya sih. Ngomong-ngomong
kau suka membaca, ya? Aku tidak bisa membaca.
ORIHIME
(Malu-malu
salah tingkah.)
Emm, jujur saja, bukannya aku suka
membaca. Sejak kecil Ayah melarangku keluar, sehingga membaca jadi satu-satunya
cara bagiku untuk melihat dunia.
HIKOBOSHI
Begitu ya.
(Mengangguk-angguk.)
Bukannya aku merendahkan hobi
membaca, karena aku sendiri ingin bisa membaca. Hanya saja, ada hal-hal yang
lebih baik kau lihat dengan mata kepalamu sendiri. Contohnya... Ayo ikut aku.
(Menarik
tangan Orihime, kemudian mengajaknya berlari kecil menuju tepi Bima Sakti.)
Lihat, Bima Sakti di malam hari.
Betapa indahnya taburan bintang yang mengalir itu, di antara debu-debu angkasa.
Kupikir tak mungkin ada kata yang bisa menjelaskan kemegahannya, seperti apa
yang kita lihat sekarang. Sejak kecil, aku selalu mengaguminya. Oleh sebab itulah,
aku sangat senang ketika Raja Langit memberi tugas ini. Melalui sapi-sapiku,
aku akan terus mempercantik Bima Sakti.
ORIHIME
Indahnya...
HIKOBOSHI
Ya kan?
(menatap
Orihime.)
Orihime? Kau menangis?
ORIHIME
Maaf. Aku... aku tidak tahu...
HIKOBOSHI
Apa kau tersentuh?
ORIHIME
Ya. Tapi... aku juga sedih. Setelah
ini aku akan kembali ke paviliun. Mungkin aku takkan pernah bisa melihat
pemandangan ini lagi... bersama Hikoboshi.
HIKOBOSHI
Orihime...
(Jeda beberapa
sampai ia memberanikan diri untuk berkata-kata.)
Sudah tak terhitung berapa kali aku
melihat pemandangan Bima Sakti, namun selalu ada yang kurang. Kupikir aku bisa
menyempurnakannya dengan susu sapiku. Tapi ternyata aku salah. Untuk sesaat
tadi, aku merasa sempurna, saat menyaksikannya berdua denganmu. Orihime...
maukah kau menikah denganku? Aku ingin terus bersamamu. Aku ingin mengajakmu melihat
semesta lebih dari ini!
ORIHIME
(Menutup
mulutnya dengan kedua tangan.)
Hikoboshi! Tapi... Aku tidak bisa.
Aku harus memintal awan untuk Ayah.
HIKOBOSHI
Aku akan bicara pada Ayahmu.
Orihime, antarkan aku pada Ayahmu!
ORIHIME
Tapi Ayahku...
(Menelan
ludah.)
Adalah Raja Langit.
HIKOBOSHI
(Ternganga
beberapa saat, namun segera mengumpulkan tekad.)
Orihime, antarkan aku pada Raja
Langit.
(BLACK OUT)
(END OF
SCENE)
Comments
Post a Comment